Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di
dalam tidurnya. Ia melihat banyak buruk pipit yang terbang di angkasa.
Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang
sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada
ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku
bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya
aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan
tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi
tersebut.
Setelah itu aku melahirkan putriku,
Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku
melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak
pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia
akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan
rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok
tersebut.
Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara
yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin
menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi
ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah
seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di
atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya.Tatkala dia
sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah
melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah
kepada yang ma'ruf dan senantiasa menjaga hijabnya.
Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya
pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Tatkala
aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang
pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang
karyawan. Ia beragama Nashrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu
tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata:
"Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci
piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita
kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24
jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"
Aku
tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu
tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut
mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama aku sekarang
menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku.
Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun sangat
bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di
kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia
memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha
kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya
setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat
mencintai pamannya tersebut.
Afnan bersiap untuk
mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi
seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap
orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua
orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau
menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri
pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia
merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa
sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku." Sebulan setelah
itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab:
"Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah." Setelah itu dia tidak
mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.
Selesailah
pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu
ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki
mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang
penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan
berbaring di atas ranjang.
Dokter mengabarkan kepada kami
bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3
suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya.
Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan,
saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata
"Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah." Akupun mendekatkan
dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai
ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa
agamaku."
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang
melihat kepadanya dengan tercengang!!
Aku
merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan
kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang
bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya.
Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada
Allah.
Sebelum
Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta
akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena
pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya
pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan
bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala
bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."
Kami
(aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan
pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang
dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15
tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia
bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab:
"Tidak."
Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi
bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun
membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian
mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata.
Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak
pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. dan di sini datang seorang
gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui
tangannya.
Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada
obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,karena dikhawatirkan kanker
tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan memarikannya akan
tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia
khawatirkan adalah perasaan kedua orangtuanya.
Pada suatu
hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan
bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan
menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia mencoba untuk
menenangkannya, dan bahwa mungkin kaki palsu sebagai gantinya. Maka
Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku,
yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara
aku dalam keadaan sempurna. " Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya
setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak
memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana
dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu
bagaimana nanti dia akan mati."
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba
kanker telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya
sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang,
dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol
tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di
rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang
yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari
komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada
seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir
Afnan, para dokter mangabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di
rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia
menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan
berbicara dengannya.
Pada
suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia
berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia
terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi
sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak
menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi
kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku
tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah
Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku
kemudian tersenyum.
Dia berkata: "Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang
telah kulihat."
Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya Allah. "
Dia
berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku,
aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku,
kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan
pernikahanku, kecuali engkau ummi."
Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu
tersebut."
Dia
menjawab: "Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka
semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan
berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih
atas perpisahanku."
Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku
sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang
membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun
bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan
Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya
kemudian dia terbangun. Dia berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku
ingin menciummu." Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku
ingin mencium pipimu yang kedua ." Akupun mendekat kepadanya, dan dia
menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata
kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah."
Kemudian
dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu allaa
ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia
berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan
rasuulullaah." Dan kelurlah rohnya.
Maka kamar tempat dia
meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kesturi selama 4 hari.
Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu
terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma
lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada
yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil 'aalamin.